Minggu, 30 Agustus 2015

INOKULASI SUBKULTUR ANGGREK Dendrobium sp.



INOKULASI SUBKULTUR ANGGREK Dendrobium sp.


LAPORAN PRAKTIKUM
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Kultur Jaringan Tumbuhan
Yang dibina oleh Ibu Balqis, S.Pd., M.Si dan Ibu Frida Kunti Setiowati, ST, M.Si


Oleh

Lenny Yunia Nurwega                                   120342422481
                                               





The Learning University





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2015
A.    Topik        : Inokulasi Subkultur Anggrek Dendrobium sp.
B.     Tanggal    : 11 Februari 2015-2 Maret 2015       
C.    Tujuan     :
1.      Mahasiswa mampu melakukan inokulasi subkultur planlet Anggrek Dendrobium sp.
2.      Mahasiswa mampu menganalisis hasil subkultur planlet Anggrek Dendrobium sp.

D.    Dasar Teori
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur, dalam  bahasa Inggris disebut tissue culture, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Suryowinoto, 1991 dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Anggrek merupakan salah satu anggota family Orchidaceae yang dapat dijumpai hampir diseluruh belahan dunia terutama daerah tropis mulai dari dataran rendah hingga tinggi, bahkan sampai ke daerah perbatasan pegunungan bersalju. Bermacam variasi bentuk, warna, bau,dan ukuran dengan ciri-ciri yang unik menjadi daya tarik anggrek yang dikenal sebagai tanaman hias berbunga indah. Anggrek merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kecepatan tumbuh lambat dan berbeda-beda. Hal ini sangat berpengaruh jika yang menjadi tujuan pemeliharaan dalah memproduksi bunga. Tanaman anggrek mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman hias lainnya. Pertumbuhan anggrek, baik vegetatif (pertumbuhan tunas, batang, daun, dan akar) serta pertumbuhan generatif (pertumbuhan primordial bunga, buah, dan biji) tidak hanya ditentukan oleh faktor genetic, tetapi juga oleh faktor iklim dan faktor pemeliharaan (Widiastoety, 2007 dalam Anonim, 2010).
Pada dasarnya tanaman anggrek merupakan tanaman yang sulit untuk melakukan penyerbukan sendiri, sehingga perkembangbiakannya pun cukup sulit. Selain itu, biji yang kecil, tidak mengandung cadangan makanan dan kulit yang sangat keras serta tebal membuat tanaman anggrek sulit ditumbuhkan tanpa bantuan manusia, kecuali anggrek yang tumbuh liar di hutan. Untuk mengatasi hal tersebut dan menumbuhkan anggrek secara masal, maka tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan mengawinkan tanaman anggrek (dapat sekaligus memperoleh varietas persilangan yang baru).
Perbanyakan anggrek pada umumnya dilakukan dengan cara perkecambahan biji secara in-vitro, sehingga hasil yang diperoleh tidak seragam dan menghasilkan warna bunga yang beragam. (Rianawati, dkk. 2009 dalam Anonim, 2010) Setelah membentuk buah dan berbiji, maka penumbuhan bijinya dilakukan secara in-vitro hingga menjadi tanaman yang siap ditanam di area terbuka untuk berproduksi atau dipasarkan.
Anggrek merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman anggrek biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias. Pada zaman sekarang ini, perbanyakan anggrek lebih banyak dilakukan dengan kultur jaringan. Teknik kultur  jaringan dapat untuk memperbanyak tanaman anggrek secara cepat.Apabila ada anggrek yang bunganya bagus tetapi jumlahnya sedikit, maka anggrek tersebut dapat diperbanyak dengan mengambil beberapa tunasnya. Dengan menggunakan hormon yang tepat, tunas tersebut dapat digandakan.
Menurut Herdaryono dan Wijayanti (1994), overplanting adalah pemindahan anggrek yang masih sangat kecil dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau ruang penabur (laminar air flow). Istilah lain yang digunakan adalah “subkultur”. Tujuan dilakukan overplanting adalah agar anggrek tetap mendapatkan unsur hara untuk pertumbuhannya. Bila media agar lebih dari tiga bulan tidak diganti, maka media akan tampak kecoklatan, menjadi semakin sedikit, dan mengering. Untuk anggrek hasil silangan,keadaan demikian akan sangat merugikan. Oleh karena itu, sebelum terlambat, anggrek botol harus segera disubkultur dengan media segar yang baru.
Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut:
  1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol
  2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang
  3. Tanaman mulai kekurangan hara
  4. Media dalam botol sudah mengering
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium. (Henuhili, 2012) Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. Untuk tanaman yang diperbanyak dengan kultur biji, kultur embrio, baik pada embrio somatik maupun embrio mikrospora, serta multifikasi tunas, maka subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan tanaman melakukan multifikasi hingga siap disubkultur. 
Menurut Anonim (2010), setiap individu yang dikultur dapat dipecah menjadi 5-6 subkultur dengan maksud dan tujuan:
a.       Agar eksplan tidak tumbuh berdesakan
b.      Agar eksplan tidak kehabisan unsur hara pada media sebelumnya
c.       Agar pertumbuhan eksplan seragam.

Eksplan atau kalus yang sudah waktunya dipindahkan ke dalam media kultur yang baru harus segera dilaksanakan dan tidak boleh sampai terlambat. Sub kultur yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus tersebut akan terhenti atau mengalami pencoklatan atau bahkan terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.
E.     Alat dan Bahan
1.      Alat:
a.       Laminar Air Flow
b.      Cawan Petri
c.       Pinset
d.      Lampu Spiritus
e.       Scapel
f.       Botol selai

2.      Bahan:
a.       Medium MS
b.      Alkohol 70%
c.       Karet Gelang
d.      Plastik steril
e.       Tissu

F.      Prosedur
1.      Pensterilan Alat dengan sinar UV
2.      Inokulasi



G.      Data Pengamatan
No.
Tanggal
Gambar
Keterangan

11/2/2015
MS+BAP

25/2/2015
MS+BAP

25/2/2015
MS+BAP

25/2/2015
MS+BAP

11/3/2015
MS+BAP

Terjadi kerusakan jaringan pada planlet yang ditunjuk tanda panah

11/3/2015
MS+BAP

Terjadi kerusakan jaringan pada planlet yang ditunjuk tanda panah

11/3/2015
MS+BAP

11/3/2015
MS+BAP

Terjadi kerusakan jaringan pada planlet yang ditunjuk tanda panah

25/3/2015
MS+BAP

25/3/2015
MS+BAP

H.      Analisis
            Pelaksanaan subkultur dilakukan secara bertahap setiap dua minggu sekali sejak tanggal 11 februari 2015 dan terakhir pelaksanaan subkultur dilakukan pada tanggal 25 maret 2015. Pengamatan dilakukan sejak tanggal 18 februari 2015 hingga tanggal 15 April 2015. Dari data pengamatan dapat terlihat bahwa tidak ada hasil subkultur yang mengalami kontaminasi baik oleh bakteri maupun kapang. Seluruh planlet anggrek Dendrobium sp yang disubkultur tumbuh dengan baik yang ditandai dengan pertambahan jumlah akar dan daunnya serta pertambahan ukuran daun dan akarnya yang cukup signifikan. Warna daun pada planletpun sangat hijau dan mengkilat. Akan tetapi pada beberapa planlet khususnya planlet yang berukuran kecil dapat terlihat kerusakan jaringan pada ujung daun planlet yang ditandai dengan perubahan warna hijau dari daun menjadi putih kecokelatan.  Meskipun terjadi kerusakan, planlet tetap dapat tumbuh dengan baik yang ditandai dengan pertambahan jumlah akar dan daunnya serta pertambahan ukuran daun dan akarnya.


I.         Pembahasan
            Kegiatan praktikum kali ini adalah subkultur anggrek dendrobium. Subkultur dilakukan ketika planlet sudah terlalu penuh pada media sebelumnya dan media telah menipis. Seperti yang disebutkan  oleh George et all (2007) dalam bukunya bahwa subkultur sangat penting dilakukan ketika kepadatan sel, jaringan, atau organ dalam suatu media kultur telah menjadi berlebihan. Lebih lanjut disebutkan bahwa subkultur dilakukan untuk meningkatkan hasil bididaya atau untuk meningkatkan jumlah organisme yang dihasilkan. Subkultur biasanya dilakukan dengan cara memotong atau membelah planlet yang berasal dari hasil kultur jaringan sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memperbanyak dan mengoptimalkan hasil yang diperoleh dari kultur jaringan. Namun, dalam kegiatan subkultur anggrek dendrobium yang dilakukan kali ini planlet tidak dipotong-potong menjadi bagian yang kecil, melainkan hanya dipotong akarnya yang terlalu panjang sehingga memudahkan proses pemindahan atau penanaman planlet pada media yang baru. Planlet yang akan disubkultur dikeluarkan dari dalam botol kultur secara aseptik di dalam LAF untuk menjaga kesterilannya. Kultur jaringan dilakukan terkadang dengan tujuan untuk mendapatkan pucuk steril untuk kegiatan selanjutnya yaitu subkultur.  
            Setelah dilakukan pengamatan beberapa minggu sejak pelaksanaan pertama subkultur dilakukan dapat dikatakan bahwa subkultur planlet anggrek Dendrobium sp berhasil karena tidak terjadi kontaminasi dan planlet tumbuh dengan baik. Tidak terjadinya kontaminasi menandakan pelaksanaan subkultur telah dilakukan dengan benar oleh praktikan sehingga kesterilan pada saat subkultur dapat terjaga. Akan tetapi pada beberapa planlet dapat terlihat jaringan yang rusak pada ujung daun planlet. Jaringan yang rusak tersebut ditandai dengan perubahan warna hijau menjadi putih kecoklatan terutama pada daun planlet yang berukuran kecil. Kerusakan jaringan yang terjadi bukan disebabkan karena kontaminasi maupun penyakit karena setelah dilakukan pengamatan terus menerus, kerusakan jaringan tidak meluas dan tanaman masih terus tumbuh meskipun jaringan diujung daun mengalami kerusakan.
            Kerusakan jaringan pada ujung daun planlet anggrek Dendrodium  sp tersebut diperkirakan disebabkan oleh ujung pinset yang digunakan untuk memindahkan planlet dari botol lama ke botol baru masih terlalu panas karena ujung pinset memang harus dipanaskan terlebih dahulu untuk menjaga kesterilan pada saat inokulasi subkultur. Sebenarnya ujung pinset sudah tidak terlalu panas karena praktikan menggunakan dua pinset pada saat subkultur sehingga pinset telah didinginkan terlebih dahulu. Namun  karena pinset terbuat dari bahan logam, maka pinset masih dapat menyimpan panas meskipun telah didinginkan. Selain itu ukuran daun planlet yang sangat kecil menjadikannya lebih sensitif terhadap panas dibanding daun yang telah berukuran besar. Hal ini dibuktikan dari kerusakan jaringan yang hanya terjadi pada daun planlet yang berukuran kecil, sedangkan pada daun berukuran lebih besar tidak terjadi kerusakan jaringan.
            Bagaimanapun keberhasilan pada inokulasi subkultur  tidak dapat lepas dari media yang digunakan. Karena media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Inokulasi subkultur planlet anggrek Dendrobium sp ini menggunakan media MS dengan penambahan BAP. Menurut Wetter dan Constabel (1991) medium MS mempunyai kandungan nitrat, kalium dan ammonium yang layak untuk untukmemenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur in vitro. Media MS yang digunakan dibuat  dari campuran unsur makro, unsur mikro, vitamin, dan gula, dengan penambahan norit dan ZPT yakni BAP. BAP (Benzyl Amino Purine) merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin. Sitokinin merupakan salah satu dari golongan zat pengatur tumbuh yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan teknik jaringan. Menurut Gunawan (1987), sitokinin adalah turunan adenin, yang berperan sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Norit juga ditambahkan ke dalam medium sebagai carbon aktif yang dapat menyerap senyawa racun pada media atau menyerap senyawa racun dalam media yang disekresikan oleh planlet, menstabilkan pH media, merangsang pertumbuhan akar dengan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam media, mencegah atau mengurangi pembentukan kalus dan merangsang morfogenesis (Pierik, 1987).


J.      Simpulan
            Subkultur sangat penting dilakukan ketika kepadatan sel, jaringan, atau organ dalam suatu media kultur telah menjadi berlebihan. Subkultur dilakukan untuk meningkatkan hasil budidaya atau untuk meningkatkan jumlah organisme yang dihasilkan. Inokulasi subkultur planlet anggrek Dendrobium sp yang telah dilakukan dikatakan berhasil karena tidak terjadi kontaminasi dan planlet tumbuh dengan baik yang ditandai dengan pertambahan jumlah akar dan daunnya serta pertambahan ukuran daun dan akarnya. Hanya saja terjadi kerusakan pada jaringan di ujung daun pada beberapa planlet yang diperkirakan disebabkan oleh ujung pinset yang digunakan untuk memindahkan planlet dari botol lama ke botol baru masih terlalu panas.


Daftar Rujukan
Anonim. 2010. Kultur Jaringan. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/setjen/ PUSSTAN/info_5_1_0604/ si_11.htm, diakses 27 april 2015.
George, Edwin F. Hall, Michael A. Jan De Klerk, Geert. 2007. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Netherland : Springer.
Gunawan L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB.
Hendaryono, D.P.S, dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Henuhili, V. 2012. Kultur Jaringan Tumbuhan. Petunjuk Praktikum. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers.
Wetter, L. R. dan F. Constabel, 1991.  Metode Kultur Jaringan Tanaman.  ITB, Bandung.