KONJUGASI PADA BAKTERI
Konjugasi adalah suatu proses
transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui kontak sel langsung
antar suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien (Russel,
1992). Sel bakteri donor dipandang sebagai yang berkelamin jantan,
sedangkan sel resipien dipandang sebagai sel berkelamin betina. Konjugasi
juga diartikan sebagai fusi temporer dua organisme sel tunggal dalam rangka
transfer seksual materi genetik.
Peristiwa konjugasi pertama kali ditemukan
oleh J. Lederberg dan E.L. Tatum ptahun 1946 pada E. coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya, yaitu strain A dan B.
Strain A bergenotip met bio thr-
leu- thi- , sedangkan strain B bergenotip met - Bio- thr
leu thi. Strain yang memiliki gen mutan membutuhkan tambahan nutrisi
terkait dalam medium pertumbuhannya agar dapat hidup, sedangkan strain wild type tidak membutuhkan nutrisi
terkait dalam medium pertumbuhannya. Strain yang membutuhkan tambahan nutrisi
dalam medium agar dapat hidup disebut auxotroph.
Suatu strain yang tergolong wild type
untuk seluruh gen yang bersangkut paut dengankebutuhan nutrisi disebut prototroph.
Peristiwa rekombinasi pada
percobaan Ledberg dan Tatum pada E. coli
dipandang sebagai kejadian pertukaran genetik. Peristiwa tersebut terjadi
pada perlakuan campuran strain A dan B yang ditumbuhkan bersama pada
medium minimal dan beberapa koloni bisa tumbuh. Sehingga campuran strain A dan
B sebagai auxotroph berubah menjadi prototroph atau bakteri yang
tidak membutuhkan nutrisi tambahan dalam mediumnya dan dapat tumbuh pada medium
minimal.
Peristiwa rekombinasi disebabkan
konjugasi telah dibuktikan oleh percobaan Bernard Davis dengan menggunakan suatu
perangkat tabung U. Percobaan ini menjelaskan bahwa ketika tidak terjadi kontak
antar sel bekteri maka koloni bakteri tidak akan tumbuh pada medium yang
minimal. Kontak antar sel dalam dibutuhkan untuk terjadinya suatu perubahan
genetik. Perubahan genetik yang terjadi bukan karena hasil sekresi oleh sel-sel
bakteri. Kemudian disimpulkan juga bahwa pada E. coli mempunyai suatu tipe sistem perkawinan yang disebut konjugasi
yang memungkinkan terjadinya transfer materi genetik antar bakteri. Konjugasi
inilah yang menyebabkan terjadinya rekombinasi seperti yang telah dilaporkan
Lederberg dan Tatum.
Selama
konjugasi berlangsung terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel resipien melewati suatu penghubung
antar sel khusus yang disebut tabung konjugasi yang memang terbentuk antar
sel-sel bakteri. Sel-sel bakteri berkemampuan menjadi donor memiliki
karateristik pembeda berupa juluran serupa rambut di permukaan selnya yang
disebut F pili (sex pili).
Pembentukan F pili dikontrol oleh beberapa gen yang terdapat pada suatu molekul
DNA sirkuler kecil yang disebut kromosom mini. Kromosom mini disebut juga F (fertility) factor, sex faktor ataupun
plasmid F dan berukuran panjang
sekitar 94.500 pasang nukleotida. Faktor F dapat terintegrasi pada sel inang, bergabung
dengan kromosom mini dan melakukan replikasi bersama. Kemudian jika F faktor
tidak terintegrasi dengan sel inang, maka faktor F bereplikasi secara
otonom, tidak tergantung pada replikasi kromosom inangnya sehingga faktor F mirip dengan episom.
Bakteri
F-, F-, dan Hfr
Pada sel bakteri yang tidak
terintegrasi dengan sel inang akan memiliki faktor F pada sel donor disebut sel
F-, sebaliknya yang tidak mengandung faktor F disebut sel F-(sel
resipien). Pada sel F- memiliki kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi sehingga
akhirnya melakukan transfer materi genetik. Oleh karena itu jika dalam suatu
populasi sel-sel F- dicampur dengan sel F- maka
lama-lama seluruh populasi sel akan menjadi sel-sel F- dan
tidak dijumpai lagi sel-sel F-.
Pada sel-sel bakteri dikenal juga
adanya sel Hfr atau High Frequency Rekombination. Hfr dibuktikan oleh percobaan Luca
Cavalli-Sforza (1950) dan W. Hayes (1953). Cavalli-Sforza memberikan perlakuan dengan
mustard nitrogen terhadap strain F- E. coli K12. Dari sel-sel yang mendapatkan perlakuan diperoleh
strain bakteri donor yang memiliki laju rekombinasi yang sangat tinggi yaitu
satu dalam 10 juta (1/104). Selain itu pada tahun 1953, W. Hayes
mengisolasi strain lain yang juga memperlihatkan laju atau frekuensi rekombinasi
yang tinggi. Strain-strain yang memiliki frekuensi rekombinasi yang sangat
tinggi dinyatakan sebagai strain Hfr.
Dari pengkajian lebih lanjut
dinyatakan bahwa strain-strain Hfr terbentuk melalui
peristiwa pindah silang tunggal yang berdampak terintegrasinya faktor F ke
dalam kromosom bakteri. Dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang, faktor
F tidak bereplikasi secara bebas tetapi bereplikasi secara bersama
bagian-bagian kromosom inang yang lain. Saat konjugasi berlangsung faktor F
pertama kali bergerak pindah ke dalam resipien. Kemudian kromosom bakteri donor
juga mulai ditransfer ke dalam sel resipien dan terjadi rekombinasi. Pada
proses rekombinasi berlangsung peristiwa pindah silang ganda antara DNA donor
unting ganda dan DNA resipien unting ganda. Kromosom rekombinan sel resipien
diwariskan kepada sel-sel turunan melalui replikasi sedangkan fragmen DNA linier
yang tersisa mengalami degradasi.
Pada konjugasi antara sel Hfr dan sel F-, sel resipien
hampir tidak pernah berubah menjadi sel F+, hal itu bersangkut
paut dengan keutuhan faktor F yang ditransfer. Hal ini supaya sel resipien
menjadi sel F+, sel resipien tersebut harus menerima transfer faktor
F utuh. Namun hanya sebagian faktor F ditransfer pada awal proses konjugasi
sedangkan bagian sisanya berada pada ujung kromosom donor.
Transfer genetik selama proses
konjugasi bersangkut paut dengan repliaksi yang didahului oleh terputusnya
salah satu unting DNA faktor F. Transfer materi genetik dimulai dengan faktor F
pada suatu celah yang terbentuk enzim endonuklease. Celah itu terbentuk pada
suatu tapak spesifik. Replikasi yang terjadi berkaitan dengan transfer materi
genetik selama proses konjugasi itudiyakini sebagai rolling circle replication.
Faktor F1
Terlepasnya
faktor F dari kromosom inang terkadang tidak sesuai denganukurannya saat
terintegrasi sehingga faktor F yang terlepas itu dapat mengandung sebagian kecil
kromosom inang yang letaknya berdekatan dengan faktor F di
saat berlangsungnya integrasi. Kejadian tersebut penyebab terjadinya F1 atau F prime. Faktor F1
merupakan faktor F yang mengandung sebagian kromosom bakteri atauyang
mengandung gen-gen bakteri. Sel yang
memiliki faktor F1 masih tetap dapat berkonjugasi dengan sel
F. Hal itu disebabkan seluruh fungsi faktor
F tetap ada. Pada saat berlangsungnya konjugasi, satu salinan faktor F1
ditransfer ke sel F- yang
mengakibatkan secara fenotip sel itu menjadi sel F+. Terdapat
fenomena sex duction atau f duction, yaitu transfer gen-gen kromosom dari suatu sel bakteri donor ke sebuah sel
resipien oleh faktor F.
Percobaan
Konjugasi yang Terputus dari E. Wollman dan F. Jacob
Pada akhir tahun 19350, E. Wollman
dan F. Jacob mempelajari suatu proses transfer gen melalui konjugasi antara
strain E. coli Hfr H dan F-.
Pada strain bakteri yang digunakan masing-masing tidak memiliki genotip yang bertanggung
jawab terhadap sintesis asam amino tertentu. Kedua strain tersebut dibiakkan
pada medium yang mengandung antibiotik streptomisin. Setelah beberapa waktu,
kedua strain yang telah dicampurkan pada medium mulai melakukan konjugasi,
sampel-sampel tersbeut dipisahkan untuk menentukan waktu relatif yang
dibutuhkan gen-gen sel donor memasuki resipien serta menghasilkan rekombinan
genetik. Kemudian sel-sel yang terpisah diletakkan pada medium yang
mengandung antibiotik streptomisisn dan tidak mengandungasam amino threonin dan
leusin. Hasilnya sel-sel Hfr tidak dapat tumbuh karena mati terbunuh
oleh antibiotik. Sedangkan sel-sel F- tidak dapat hidup karena tidak ada
asam amino yang dapat mendukung pertumbuhannya. Sel-sel yang dapat tumbuh
hanyalah sel-sel rekombinan. Hasil percoban menunjukkan bahwa pada waktu 8 menit
pertama setelah percampuran sel Hfr dan
F- belum ada ekspresi rekombinan.
Pemetaan
kromosom E. coli atas Dasar hasil
percobaan konjugasi terputus
Data
tentang transfer gen-gen penanda pada percobaan konjugasi terputus
memperlihatkan bahwa transfer kromosom Hfr
ke dalam sel F- berlangsung dalam pola linier. Tiap
gen penanda dalam wujud tipe-tipe rekombinan terdeteksi pada waktu-waktu yang berlainan susul-menyusul setelah
konjugasi berlangsung. Interval waktu
kemunculan tipe rekombinan antara sesuatu gen penanda dengan yang
lainnya kemudian dapat digunakan sebagai suatu ukuran jarak genetik. Jarak fisik antara gen terkait dibuktikan satuan menit
berhubungan dengan panjang segmen kromosom yang ditransfer dalam satu menit
selama konjugasi. Standar peta kromosom E. coli terbagi dalam interval-interval
menit dari 0 hingga ke 100 menit.
Pada saat melakukan berbagai percobaan konjugasi
terputus lain yang menggunakan strain-strain induk Hfr maupun F- lain. Meskipun gen-gen selalu ditransfer
secara linier, gen-gen yang masuk ke sel resipien lebih dahulu dan mana yang
kemudian tampaknya berbeda-beda untuk tiap strain, maka dapat ditemukan satu pola yang jelas. Perbedaan besar antara tiap
strain adalah berkenaan dengan titik awal serta masuknya gen-gen dilihat
dari titik awal tersebut.
Pemetaan
kromosom E. coli atas Dasar Hasil
Percobaan Konjugasi yang Tidak Terputus
Pemetaan kromosom E. coli atas dasar konjugasi yang
tidak terputus dilakukan pada percobaan yang dibiarkan berlangsung selama 1-2
jam tanpa terputus. Pada saat rekombinasi thr+
leu+ str+ diseleksi dan dihitung ternyata hasil
percobaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda untuk tiap penanda
rekombinan. Frekuensi penanda rekombinan menurun sebagai suatu fungsi jaraknya
dari penanda rekombinan patokan thr+
leu+, semakin jauh jaraknya dari penanda patokan thr+ leu+,
frekuensi tiap penanda rekombinan juga berkurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar