Selasa, 21 Oktober 2014

KONJUGASI PADA BAKTERI


KONJUGASI PADA BAKTERI

Konjugasi adalah suatu proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui kontak sel langsung antar suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien (Russel, 1992). Sel bakteri donor dipandang sebagai yang berkelamin jantan, sedangkan sel resipien dipandang sebagai sel berkelamin betina. Konjugasi juga diartikan sebagai fusi temporer dua organisme sel tunggal dalam rangka transfer seksual materi genetik.
Peristiwa konjugasi pertama kali ditemukan oleh J. Lederberg dan E.L. Tatum ptahun 1946 pada E. coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya, yaitu strain A dan B. Strain A bergenotip met bio thr- leu- thi- , sedangkan strain B bergenotip met - Bio- thr leu thi. Strain yang memiliki gen mutan membutuhkan tambahan nutrisi terkait dalam medium pertumbuhannya agar dapat hidup, sedangkan strain wild type tidak membutuhkan nutrisi terkait dalam medium pertumbuhannya. Strain yang membutuhkan tambahan nutrisi dalam medium agar dapat hidup disebut auxotroph. Suatu strain yang tergolong wild type untuk seluruh gen yang bersangkut paut dengankebutuhan nutrisi disebut prototroph.
Peristiwa rekombinasi pada percobaan Ledberg dan Tatum pada E. coli dipandang sebagai kejadian pertukaran genetik. Peristiwa tersebut terjadi pada perlakuan campuran strain A dan B yang ditumbuhkan bersama pada medium minimal dan beberapa koloni bisa tumbuh. Sehingga campuran strain A dan B sebagai auxotroph berubah menjadi prototroph atau bakteri yang tidak membutuhkan nutrisi tambahan dalam mediumnya dan dapat tumbuh pada medium minimal.
Peristiwa rekombinasi disebabkan konjugasi telah dibuktikan oleh percobaan Bernard Davis dengan menggunakan suatu perangkat tabung U. Percobaan ini menjelaskan bahwa ketika tidak terjadi kontak antar sel bekteri maka koloni bakteri tidak akan tumbuh pada medium yang minimal. Kontak antar sel dalam dibutuhkan untuk terjadinya suatu perubahan genetik. Perubahan genetik yang terjadi bukan karena hasil sekresi oleh sel-sel bakteri. Kemudian disimpulkan juga bahwa pada E. coli mempunyai suatu tipe sistem perkawinan yang disebut konjugasi yang memungkinkan terjadinya transfer materi genetik antar bakteri. Konjugasi inilah yang menyebabkan terjadinya rekombinasi seperti yang telah dilaporkan Lederberg dan Tatum.
Selama konjugasi berlangsung terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel resipien melewati suatu penghubung antar sel khusus yang disebut tabung konjugasi yang memang terbentuk antar sel-sel bakteri. Sel-sel bakteri berkemampuan menjadi donor memiliki karateristik pembeda berupa juluran serupa rambut di permukaan selnya yang disebut F pili (sex pili).
Pembentukan F pili dikontrol oleh beberapa gen yang terdapat pada suatu molekul DNA sirkuler kecil yang disebut kromosom mini. Kromosom mini disebut juga F (fertility) factor, sex faktor ataupun plasmid F dan berukuran panjang sekitar 94.500 pasang nukleotida. Faktor F dapat terintegrasi pada sel inang, bergabung dengan kromosom mini dan melakukan replikasi bersama. Kemudian jika F faktor tidak terintegrasi dengan sel inang, maka faktor F bereplikasi secara otonom, tidak tergantung pada replikasi kromosom inangnya sehingga  faktor F mirip dengan episom.

Bakteri F-, F-, dan Hfr 
Pada sel bakteri yang tidak terintegrasi dengan sel inang akan memiliki faktor F pada sel donor disebut sel F-, sebaliknya yang tidak mengandung faktor F disebut sel F-(sel resipien). Pada sel F- memiliki kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi sehingga akhirnya melakukan transfer materi genetik. Oleh karena itu jika dalam suatu populasi sel-sel F- dicampur dengan sel F- maka lama-lama seluruh populasi sel akan menjadi sel-sel F- dan tidak dijumpai lagi sel-sel F-.
Pada sel-sel bakteri dikenal juga adanya sel Hfr  atau High Frequency Rekombination. Hfr dibuktikan oleh percobaan Luca Cavalli-Sforza (1950) dan W. Hayes (1953). Cavalli-Sforza memberikan perlakuan dengan mustard nitrogen terhadap strain F-  E. coli K12. Dari sel-sel yang mendapatkan perlakuan diperoleh strain bakteri donor yang memiliki laju rekombinasi yang sangat tinggi yaitu satu dalam 10 juta (1/104). Selain itu pada tahun 1953, W. Hayes mengisolasi strain lain yang juga memperlihatkan laju atau frekuensi rekombinasi yang tinggi. Strain-strain yang memiliki frekuensi rekombinasi yang sangat tinggi dinyatakan sebagai strain  Hfr.
Dari pengkajian lebih lanjut dinyatakan bahwa strain-strain Hfr terbentuk melalui peristiwa pindah silang tunggal yang berdampak terintegrasinya faktor F ke dalam kromosom bakteri. Dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang, faktor F tidak bereplikasi secara bebas tetapi bereplikasi secara bersama bagian-bagian kromosom inang yang lain. Saat konjugasi berlangsung faktor F pertama kali bergerak pindah ke dalam resipien. Kemudian kromosom bakteri donor juga mulai ditransfer ke dalam sel resipien dan terjadi rekombinasi. Pada proses rekombinasi berlangsung peristiwa pindah silang ganda antara DNA donor unting ganda dan DNA resipien unting ganda. Kromosom rekombinan sel resipien diwariskan kepada sel-sel turunan melalui replikasi sedangkan fragmen DNA linier yang tersisa mengalami degradasi.
Pada konjugasi antara sel Hfr dan sel F-, sel resipien hampir tidak pernah berubah menjadi sel F+, hal itu bersangkut paut dengan keutuhan faktor F yang ditransfer. Hal ini supaya sel resipien menjadi sel F+, sel resipien tersebut harus menerima transfer faktor F utuh. Namun hanya sebagian faktor F ditransfer pada awal proses konjugasi sedangkan bagian sisanya berada pada ujung kromosom donor.
Transfer genetik selama proses konjugasi bersangkut paut dengan repliaksi yang didahului oleh terputusnya salah satu unting DNA faktor F. Transfer materi genetik dimulai dengan faktor F pada suatu celah yang terbentuk enzim endonuklease. Celah itu terbentuk pada suatu tapak spesifik. Replikasi yang terjadi berkaitan dengan transfer materi genetik selama proses konjugasi itudiyakini sebagai rolling circle replication.

Faktor F1
Terlepasnya faktor F dari kromosom inang terkadang tidak sesuai denganukurannya saat terintegrasi sehingga faktor F yang terlepas itu dapat mengandung sebagian kecil kromosom inang yang letaknya berdekatan dengan faktor F di saat berlangsungnya integrasi. Kejadian tersebut penyebab terjadinya  F1 atau F prime. Faktor F1 merupakan faktor F yang mengandung sebagian kromosom bakteri atauyang mengandung gen-gen bakteri. Sel yang memiliki faktor F1 masih tetap dapat berkonjugasi dengan sel F. Hal itu disebabkan seluruh fungsi faktor F tetap ada. Pada saat berlangsungnya konjugasi, satu salinan faktor F1 ditransfer ke sel F- yang mengakibatkan secara fenotip sel itu menjadi sel F+. Terdapat fenomena  sex duction atau f duction, yaitu transfer gen-gen kromosom dari suatu sel bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F.

Percobaan Konjugasi yang Terputus dari E. Wollman dan F. Jacob
Pada akhir tahun 19350, E. Wollman dan F. Jacob mempelajari suatu proses transfer gen melalui konjugasi antara strain  E. coli Hfr H dan F-. Pada strain bakteri yang digunakan masing-masing tidak memiliki genotip yang bertanggung jawab terhadap sintesis asam amino tertentu. Kedua strain tersebut dibiakkan pada medium yang mengandung antibiotik streptomisin. Setelah beberapa waktu, kedua strain yang telah dicampurkan pada medium mulai melakukan konjugasi, sampel-sampel tersbeut dipisahkan untuk menentukan waktu relatif yang dibutuhkan gen-gen sel donor memasuki resipien serta menghasilkan rekombinan genetik. Kemudian sel-sel yang terpisah diletakkan pada medium yang mengandung antibiotik streptomisisn dan tidak mengandungasam amino threonin dan leusin. Hasilnya sel-sel Hfr  tidak dapat tumbuh karena mati terbunuh oleh antibiotik. Sedangkan sel-sel F- tidak dapat hidup karena tidak ada asam amino yang dapat mendukung pertumbuhannya. Sel-sel yang dapat tumbuh hanyalah sel-sel rekombinan. Hasil percoban menunjukkan bahwa pada waktu 8 menit pertama setelah percampuran sel  Hfr dan F- belum ada ekspresi rekombinan.

Pemetaan kromosom E. coli atas Dasar hasil percobaan konjugasi terputus
Data tentang transfer gen-gen penanda pada percobaan konjugasi terputus memperlihatkan bahwa transfer kromosom  Hfr ke dalam sel F- berlangsung dalam pola linier. Tiap gen penanda dalam wujud tipe-tipe rekombinan terdeteksi pada waktu-waktu yang berlainan susul-menyusul setelah konjugasi berlangsung. Interval waktu kemunculan tipe rekombinan antara sesuatu gen penanda dengan yang lainnya kemudian dapat digunakan sebagai suatu ukuran jarak genetik. Jarak fisik antara gen terkait dibuktikan satuan menit berhubungan dengan panjang segmen kromosom yang ditransfer dalam satu menit selama konjugasi. Standar  peta kromosom  E. coli terbagi dalam interval-interval menit dari 0 hingga ke 100 menit.
Pada saat melakukan berbagai percobaan konjugasi terputus lain yang menggunakan strain-strain induk Hfr maupun F- lain. Meskipun gen-gen selalu ditransfer secara linier, gen-gen yang masuk ke sel resipien lebih dahulu dan mana yang kemudian tampaknya berbeda-beda untuk tiap strain, maka dapat ditemukan satu pola yang jelas. Perbedaan besar antara tiap strain adalah berkenaan dengan titik awal serta masuknya gen-gen dilihat dari titik awal tersebut.

Pemetaan kromosom E. coli atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi yang Tidak Terputus
Pemetaan kromosom  E. coli atas dasar konjugasi yang tidak terputus dilakukan pada percobaan yang dibiarkan berlangsung selama 1-2 jam tanpa terputus. Pada saat rekombinasi thr+ leu+ str+ diseleksi dan dihitung ternyata hasil percobaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda untuk tiap penanda rekombinan. Frekuensi penanda rekombinan menurun sebagai suatu fungsi jaraknya dari penanda rekombinan patokan thr+ leu+, semakin jauh jaraknya dari penanda patokan thr+ leu+, frekuensi tiap penanda rekombinan juga berkurang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar