PEMANFAATAN KITOLOD (Isotoma longiflora) SEBAGAI OBAT ALTERNATIF UNTUK MATA BERMASALAH
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuan
yang dibina oleh Ibu Dr. Kusubakti Andajani, M.Pd.,
dan Muyassaroh, S.S., S.Pd.
oleh
ALLYSA KHANZA A 120342422475
LENNY YUNIA N 120342422481
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI S1 BIOLOGI
Mei
2013
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata
merupakan salah satu alat indera yang vital fungsinya bagi tubuh manusia. Mata
bekerja sebagai organ sensor terhadap cahaya, sehingga kita dapat melihat objek
di sekitar kita. Mata bekerja secara konstan dengan menyesuaikan intensitas
cahaya yang masuk ke dalam mata, kemudian memusatkan bayangan benda pada objek
yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak, sehingga manusia bisa melihat lingkungan sekitarnya dengan
baik (Rizka, 2011). Namun saat ini, semakin banyak orang yang mengalami
gangguan pada mata. Gangguan tersebut dapat berupa berbagai macam penyakit.
Baik penyakit mata yang disebabkan penyakit lain, maupun penyakit mata bawaan
seperti glaukoma, katarak, mata minus atau plus, dan sebagainya.
Glaukoma adalah salah satu
jenis penyakit mata dengan gejala
yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata
semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta.
Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata
terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf
mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak
mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.
Katarak adalah sejenis
kerusakan mata
yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata
menjadi keruh dan cahaya
tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai
keburaman total dan menghalangi jalan cahaya. dalam perkembangan katarak yang
terkait dengan usia penderita dapat menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan
penderita menderita miopi,
menguning secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan
warna biru. Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan
penglihatan dan berpotensi membutakan mata jika tidak diobati. Kondisi ini
biasanya memengaruhi kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih
awal dari yang lain.
Menurut
Perdami (Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia) lebih kurang 1,5 % dari
penduduk Indonesia mengalami kebutaan akibat berbagai macam gangguan tersebut. Gangguan
tersebut dapat berupa berbagai macam penyakit. Baik penyakit mata yang
disebabkan penyakit lain seperti gangguan pengelihatan karena diabetes
mellitus, maupun penyakit mata bawaan seperti kelainan refraksi, kerusakan
kornea, glaukoma, katarak, mata minus atau plus, dan sebagainya.
Telah
banyak metode yang ditempuh untuk mengobati gangguan pada mata tersebut. Mulai
dari menggunakan program pembedahan gratis yang dilakukan pemerintah bagi
penderita katarak, pemberian obat-obatan kimia, hingga cara tradisional yaitu
pengobatan alami dengan menggunakan tanaman herbal. Program yang dilakukan
pemerintah ini dilakukan berkaitan dengan adanya visi Mata Sehat 2020 milik
pemerintah. Namun program Mata Sehat ini juga dapat tercapai dengan menggunakan
jalan tradisonal, tidak harus selalu melalui jalan pembedahan atau pemberian
obat-obatan kimia. Berkenaan dengan pengobatan herbal, ada salah satu tumbuhan
yang berkhasiat dalam menanggulangi mata bermasalah, yaitu tanaman kitolod yang
memiliki nama ilmiah Isotoma longifora.
Ciri-ciri
tanaman ini, yakni tinggi tanaman kitolod (Isotoma
longifora) sekitar 50cm, habitus semak, dan merupakan tanaman semusim.
Getahnya berwarna putih dan mengandung racun. Batangnya berbentuk bulat, berkayu,
dan berwarna hijau. Daunnya panjang, berwarna hijau, dengan permukaan kasar,
ujung runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, dan bergigi sampai
melekuk menyirip. Daun merupakan daun tunggal dengan ukuran 2-3cm dan
panjangnya 5-15cm. Bunganya berbentuk lonceng dengan mahkota berbentuk bintang.
Biji berbentuk bulat telur, berukuran kecil dan berwarna putih. Akar tanaman
ini berupa akar tunggang (Ali, 2003; Smith, 2001). Kitolod cocok untuk tumbuh
di daerah dataran tinggi yang dingin meskipun sebenarnya dapat tumbuh di
dataran rendah. Kitolod yang ditanam pada dataran rendah memberikan hasil yang
kurang sempurna, yaitu daun tidak setebal di dataran tinggi dan daunnya tumpul
(Ali, 2003).
Cara
membudidayakannya juga mudah. Perbanyakan tanaman cukup dengan menggunakan
biji. Biji dari tanaman kitolod yang telah matang cukup disemai di tanah yang
agak basah. Pemeliharaannya juga mudah, hanya membutuhkan penyiraman yang
cukup, penjagaan kelembaban dan pemupukan terutama pupuk dasar. Bahkan, tanaman
ini biasanya tumbuh liar di pinggir-pinggir selokan, sela-sela bebatuan, juga
di areal tanaman hias sehingga justru terkadang dianggap gulma atau pengganggu
yang tidak dikehendaki dan setiap ada kitolod tumbuh di sekitar pekarangan
rumah, malah dicabut dan dibuang (Ali,
2003).
Konon kitolod berasal dari Benua Amerika yaitu, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Kitolod
masuk dalam family Campanulaceae
yang merupakan golongan tanaman obat yang berupa semak berlukar atau tanaman
berukuran kecil.Terdiri dari 60-70 genus dan sekitar 2000 spesies. Tanaman family Camanulaceae umumnya
menghasilkan getah yang menyerupai air susu.
Secara
umum, kitolod memang tampak sebagai tumbuhan liar yang tidak memiliki manfaat.
Namun sebenarnya kitolod memiliki manfaat yang besar untuk obat bagi mata
bermasalah. Kitolod dapat menjadi obat alami yang aman dengan harga yang
relatif terjangkau. Penggunaan kitolod sebagai obat bagi mata bermasalah adalah
salah satu alternatif yang baik selain penggunaan obat-obatan kimia, karena
kitolod merupakan obat-obatan herbal, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Sebab
obat-obatan kimia dikhawatirkan dapat memicu terjadinya kanker karena sifatnya
yang karsinogenik serta dapat merusak ginjal akibat terlalu banyak zat kimia
yang terkandung didalam darah.
Dari
segi ekonomi, penggunaan kitolod sebagai obat herbal juga lebih terjangkau
dibanding penggunaan obat kimia. Karena kitolod sangat mudah ditemukan di
lingkungan sekitar. Pengolahannya pun mudah dan hampir semua orang dapat
melakukan. Yakni cukup dengan menghancurkan daun kitolod, kemudian melarutkannya
dalam air. Semua orang dapat menggunakannya untuk merawat kesehatan mata tanpa
harus melakukan proses yang rumit terlebih dulu.
Secara keseluruhan, kitolod adalah obat herbal
yang aman, ekonomis, dan pengolahannya mudah. Namun sayangnya, masih banyak
orang yang belum mengenal tanaman herbal ini. Padahal manfaatnya sangat besar
bagi kesehatan mata. Oleh karena itu peneliti memilih tanaman ini sebagai bahan
penelitian agar masyarakat dapat mengenal dan mengetahui manfaat kitolod serta
dapat membudidayakan tanaman ini.
1.1 Rumusan Masalah
1.
Mengapa daun kitolod dapat dijadikan
obat alami untuk mengatasi gangguan pada mata?
2.
Bagaimana cara menggunakan daun kitolod
sebagai obat alami bagi mata bermasalah?
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui kandungan yang terdapat dalam
kitolod, yang berguna sebagai obat alami untuk mengatasi gangguan pada mata.
2.
Mengetahui proses pengolahan kitolod
sehingga dapat digunakan sebagai obat alami bagi mata bermasalah.
2. PEMBAHASAN
Selama
ini, telah diketahui beraneka macam tanaman yang memiliki manfaat atau
kandungan yang mampu mengobati mata bermasalah akibat penyakit pada organ tubuh
lain seperti kebutaan akibat diabetes mellitus, atau gangguan pengelihatan yang
terjadi secara alami seperti mata minus atau plus. Begitu juga dengan daun
kitolod yang selama ini sudah sering digunakan sebagai obat bagi mata bermasalah.
Tanaman Kitolod mengandung senyawa biokimia yang bermanfaat bagi kesehatan
mata, namun tanaman kitolod juga mengeluarkan getah yang beracun. Sehingga
pengolahan daun kitolod terbatas pada beberapa lembar saja dalam satu kali
penggunaan.
Daun
kitolod sendiri mengandung beberapa senyawa biokimia berupa alkaloid, saponin,
flavonoid, dan poliferol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki manfaat tersendiri
bagi mata. Menurut Heyne:1988, senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, dan
polifenol dapat disebut dengan seyawa bioaktif. Yaitu senyawa yang mengandung
zat bioaktif, yaitu zat yang termasuk metabolit sekunder yang bersifat aktif
secara biologis. Aktifitasnya antara lain sebagai antiseptik, yaitu suatu zat
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba seperti bakteri,
khamir, dan kapang yang dapat digunakan untuk industri pangan dan farmasi.
Zat biokimia yang pertama adalah
alkaloid. Alkaloid adalah senyawa yang paling banyak ditemukan di alam. Hampir
semua alkaloid berada dalam tumbuhan dan terdapat pada semua jenis tanaman.
Secara umum, alkaloid mengandung asam amino
seperti ornitin, lisin, fenilalanin, tirosin, serta triptofan. Alkaloid
sendiri kerap digunakan sebagai bahan analgesik (pereda rasa nyeri), bahan
anestesi dan sedasi, bahan antibakteri, serta sebagai pereda batuk atau
antitusif (Hadi, Surya & Bremnner, J. B, 2001:177-129).
Selanjutnya
adalah saponin. Menurut Ardian, Denz:2012, saponin adalah senyawa berbentuk glikosida
yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi, namun dengan konsentrasi
berbeda-beda pada bagian tertentu, tergantung dari varietas tanaman dan tahap
pertumbuhan. Saponin bersifat racun bagi hewan kecil seperti ikan dan serangga,
namun tidak begitu berpengaruh pada manusia. Bagi manusia, racun dari saponin
bersifat antitiroid, yaitu zat yang bekerja menghambat kerja kelenjar tiroid
dalam menghasilkan hormon. Namun, sifat toksik saponin pada manusia ini tidak
berlangsung permanen dan terjadi secara selektif. Penelitian menunjukkan bahwa
saponin dapat meningkatkan sistem imun, bersifat antioksidan, dapat mencegah
kanker, anti virus, dapat menghambat pertumbuhan jamur, dan biasanya digunakan
sebagai bahan antiseptik.
Kandungan
biokimia pada daun kitolod berikutnya adalah flavonoid. Menurut Waji, R.A &
Sugrani, Andis:2009, flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman berwarna hijau, kecuali alga. Senyawa ini dapat ditemukan pada
batang, daun, bunga, dan buah tanaman. Manfaat flavonoid antara lain untuk
melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, mencegah keropos
tulang, sebagai zat anti inflamasi, antioksidan, antibiotik, dan sebagai
pencegah kanker (zat antioksidan). Flavonoid sendiri dikatakan dapat mencegah terjadinya
penyakit degeneratif (penyakit yang terjadi seiring berjalannya proses penuaan
atau pertambahan usia) dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak
dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi.
Menurut
Suprastiwi, Endang, polifenol adalah salah satu komponen bioaktif yang disebut
katekin. Katekin sendiri adalah senyawa multifungsi yang bersifat antiinflamasi
(mengurangi peradangan), anti-mutagenik, antioksidan, anti penggumpalan, anti
virus, dan antibakteri. Polifenol dapat mengurangi penumpukan Low Density Lipid (LDL) dalam darah,
serta mampu mencegah oksidasi dalam pembuluh darah yang menyebabkan pembekuan
trombosit abnormal. Bahkan polifenol adalah antioksidan yang golongan
bioflavonol yang memiliki kekuatan jauh lebih efektif dari vitamin C dan
vitamin E.
Dari
keseluruhan kandungan zat bioaktif yang terdapat pada tanaman kitolod, kurang
lebih semuanya berfungsi sebagai bahan antiseptik, analgesik, antiinflamasi,
antioksidan, dan antibakteri. Bersifat antiseptik, yaitu dapat menghilangkan
kotoran seperti bakteri, virus, atau jamur yang melekat pada mata dan
terkontaminasi melalui udara. Kotoran tersebut seringkali menghalangi
penglihatan dan membuatnya menjadi tidak begitu jelas. Dengan adanya zat
antiseptik, kotoran tersebut dapat luluh dan terbawa keluar dari mata bersama
air mata, sehingga mata akan menjadi lebih higienis dan bersih. Pandanganpun
bisa terlihat lebih jelas dan jernih.
Zat
analgesik adalah zat yang berguna sebagai pereda rasa nyeri yang bersifat
sedasi. Senyawa analgesik bekerja dengan cara memanipulasi atau mematirasakan
syaraf yang terkait dengan penglihatan. Dengan demikian, bila diaplikasikan
pada penderita glukoma, zat analgesik dapat memanipulasi syaraf optis yang
berkaitan dengan pengelihatan dan langsung berkaitan menuju otak. Sifat senyawa
ini bersifat sadatif atau menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya. Hal ini
terjadi karena adanya efek pereda nyeri yang tersedia, dan adanya efek sensasi
nyaman yang diberikan senyawa ini.
Selanjutnya
adalah senyawa antiinflamasi atau dikenal dengan senyawa anti peradangan atau
anti iritasi. Senyawa ini bekerja dengan cara menghambat respon tubuh memberi
sinyal perbaikan pada tubuh. Usaha perbaikan tubuh biasa diwujudkan dengan
usaha menhilangkan penyebab iritasi atau membunuh organisme penyebabnya. Usaha
inilah yang menimbulkan terjadinya peradangan atau pembengkakan. Senyawa
antiinflamasi sendiri berguna untuk mengurangi atau mencegah terjadinya radang
atau pembengkakan itu.
Senyawa
antibakteri dalam kitolod sebenarnya bekerja hanya terhadap bakteri penyebab
gangguan penglihatan. Senyawa antibakteri bekerja dengan cara mengisolasi
bakteri penyebab gangguan penglihatan tertentu (secara spesifik). Seperti
isolasi bakteri Stapylococcus hominis, yaitu
bakteri peyebab penyakit konjungtivitis (peradangan pada selaput konjungtiva,
selaput bening yang melapisi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan
bagian dalam kelopak mata sehingga menyebabkan mata berwarna kemerahan). Selain
itu senyawa antibakteria juga bekerja terhadap bakteri Staphylococci yellow, yaitu bakteri penyebab penyakit katarak. Hasil ekstrak seduhan daun kitolod
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dibandingkan ekstrak refluks
(hasil kondensasi tanpa mengurangi komponennya) daun kitolod itu sendiri.
Senyawa
antioksidan bekerja sebagai penangkal radikal bebas di dalam tubuh. Yaitu
dengan cara menghambat proses oksidasi yang terjadi dalam tubuh, baik yang
disebabkan faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal disini
dimaksudkan sebagai penyakit yang ada dalam tubuh, atau hasil metabolisme tubuh
yang tidak sempurna dan tersebar bebas di seluruh tubuh.
Sebenarnya proses untuk mengolah
kitolod agar dapat digunakan sebagai obat untuk mata bermasalah sangatlah
mudah. Bahkan semua orang bisa melakukannya. Yang terpenting adalah menjaga
kehigienisan bahan dan peralatan untuk membuat obat tetes dari kitolod ini. Cara
pengolahan daun kitolod ini dapat dikerjakan dalam beberapa cara. Semuanya
merupakan cara dan langkah yang sederhana dan semua orang bisa melakukan, tanpa
mengurangi kehigienisan bahan dan peralatan yang digunakan selama proses
pengolahan.
a. Ambil 3
lembar daun kitolod
yang masih segar dan cuci hingga bersih.
b. Siapkan air
bersih sebanyak 5 sendok makan dan tuangkan ke dalam mangkok.
c. Masukkan
daun kitolod
ke dalam mangkok. Tulang daun kitolod ditekan-tekan dengan sendok hingga
keluar cairan dari tulang daun.
d. Sisa daun kitolod dibuang.
e. Saring
dengan kain halus cairan yang berada di dalam mangkok.
f. Larutan kitolod
siap di teteskan ke mata.
Kemudian
larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol kaca kecil. Dan dianjurkan untuk
tidak memakai botol plastik untuk menghindari reaksi negatif antar botol dan
cairan Kitolod. Lalu disiapkan pipet untuk meneteskan ramuan kitolod.
Cara kedua:
a.
Ambil 3 lembar daun kitolod yang masih segar dan cuci hingga bersih.
b.
Setelah daun dicuci, jemur di bawah terik matahari
langsung hingga kering.
c.
Hancurkan daun kitolod
kering, kemudian seduh dengan air bersih secukupnya.
d.
Saring air seduhan dari ampas daun kitolod.
e.
Masukkan air seduhan kitolod ke dalam botol kaca.
f. Siapkan
pipet untuk meneteskan cairan kitolod.
Cara ini
dilakukan jika di sekitar tempat tinggal kita tidak ditemukan tanaman kitolod atau daun kitolod diperoleh dari tempat lain
yang jaraknya cukup jauh.
Cara ketiga:
a. Ambil 3
lembar daun kitolod dan cuci
sampai bersih.
b. Siapkan air
bersih sebanyak 5 sendok makan dan tuangkan ke dalam wadah atau mangkok.
c. Masukkan 3
lembar daun kitolod yang sudah
bersih ke dalam mangkok yang sudah berisi air. Kemudian tekan-tekan daun kitolod menggunakan sendok hingga
lumat seluruhnya.
d. Saring air yang
tercampur dengan daun kitolod
ini dan saring dengan kain bersih. Kemudian hasil saringan masukkan ke dalam
botol.
e. Siapkan
pipet untuk meneteskan cairan kitolod.
Cara ini
membuat proses penyembuhan lebih bagus atau lebih cepat. Namun, rasa pedih yang
ditimbulkan lebih kuat. Selain itu, waktu penyimpanan obat lebih singkat
dibandingkan dengan cara yang pertama.
Pemakaian
obat tetes Kitolod dilakukan 2-3 kali sehari. Awalnya, 3-4 hari pemakaian obat
tetes ini akan terasa perih tetapi selanjutnya akan hilang dengan sendirinya.
Dianjurkan, setelah pemakaian obat tetes Kitolod agar dilakukan pemberian
minyak jarak pada mata yang sakit dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan
bola mata.
Di
awal penggunaan obat tetes kitolod, mata akan terasa perih dan panas. Hal ini
dikarenakan senyawa bioaktif dalam kitolod yang bekerja secara aktif
‘membersihkan’ mata, sehingga terasa panas dan perih. Lalu mata akan
mengeluarkan reaksi pertahanan alaminya dengan mengeluarkan air mata. Kemudian,
bakteri dan kotoran yang telah terangkat akan keluar dari mata bersama air mata
itu.
3.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Mata yang bermasalah pastilah sangat
mengganggu aktifitas kita sehari-hari. Daun kitolod telah terbukti mengandung senyawa
kimia yang bermanfaat bagi kesehatan mata, berupa alkanoid, saponin, flavonoid,
dan poliferol. Secara keseluruhan, semua zat yang terkandung dalam kitolod
bersifat antiseptik, analgesik, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan,
sehingga dapat mengurangi gangguan penglihatan yang terjadi pada mata. Selain
itu membuat ramuan dari daun kitolod ini cukup mudah dan tidak memerlukan biaya
yang mahal sehingga hampir semua orang bisa membuatnya.
Maka
pemanfaatan daun kitolod yang mudah, murah dan aman tentu sangat berguna.
Apalagi semua orang dapat menggunakannya untuk merawat kesehatan mata tanpa
harus melakukan proses yang rumit. Selain itu habitat hidupnya yang bisa tumbuh
di dataran tinggi maupun dataran rendah membuatnya
mudah untuk ditemukan di lingkungan sekitar dan dibudayakan. Jadi daripada
menggunakan obat kimia yang mahal dan mempunyai efek samping, lebih baik
menggunakan sari daun kitolod yang lebih ekonomis, alami dan aman untuk merawat
mata.
3.2
Saran
Meskipun
Kitolod dapat mengobati mata bermasalah dengan aman dan tanpa efek samping
namun tetap harus dijaga kebersihan dan kehigienisannya dengan mencuci bersih
daun kitolod yang akan dipakai. Apalagi jika kita mendapatkannya dari tempat
yang agak kotor dan berdebu. Selain itu sebaiknya sebelum membuat ramuan dari
daun kitolod, akan lebih baik jika peralatan untuk membuat ramuan disterilkan
terlebih dahulu.
Sebelum
dilakukan pengolahan, perlu diperhatikan bahwa daun kitolod memiliki getah yang
beracun, sehingga penggunaan daun untuk ramuan tidak boleh lebih dari 3 lembar
dalam 1 kali penggunaan. Sebelum digunakan, usahakan selalu dicuci bersih
bagian tanaman yang akan digunakan, dan pastikan tidak ada getah yang
tertinggal di daun yang akan digunakan.
DAFTAR
RUJUKAN
Ali, Iskandar.
2003. Khasiat dan Manfaat Kitolod:
Penakluk gangguan pada Mata. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Ardian,
Denz. 2012. Article Sharing. Saponin. (Online),
(http://farmacyku.blogspot.com),
diakses tanggal 12 Mei 2013.
Hadi,
Surya & Bremnner, J. B. 2001. Initial
Studies on Alkaloids From Lombok Medicinal
Plants 6 : 117-129
Heyne,
K. 1988. Tumbuhan Berguna Indonesia
Volume 4. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan.
Nurdiansyah,
Rizky. 2009. Data Base Jamu. Kitolod
(Isotoma longiflora). (Online), (http://jamu.biologi.ub.ac.id/?page_id=574),
diakses tanggal 1 Mei 2013.
Parwito.
2010. Katarak, Mata Berair,
Kebutaan Karena DB, Kitolod Solusinya. (Online), (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative- medicine/2073826-katarak-mata-berair-kebutaan-karena/#ixzz2TA5Z
JXGt), diakses tanggal 1 Mei 2013.
Rahma,
Kurnia.2010. Aneka Info dan Tips Bermanfaat. Kitolod!!! Tanaman Obat Gangguan
Mata. (Online), (http://tahukahanda45.blogspot.com/2010/11/ cara-buat-obat-tetes-mata-kitolod.html),
diakses tanggal 1 Mei 2013.
Rizka. 2011. Pengertian Mata Struktur dan Definisi Mata.(Online), (http://artikel- rizka.blogspot.com/2011/01/pengertian-mata-struktur-dan- definisi.html), diakses
tanggal 1 Mei 2013.
Smith, T. 2001. Dokter di Rumah
Anda. Jakarta: Dian Rakyat.
Suprastiwi,
Endang. Tanpa Tahun. Efek Antimikroba
Polifenol dari Teh Hijau Jepang
Terhadap Streptococcus mutans. (Online), (http://staff.ui.ac.id), diakses tanggal 12 Mei 2013.
Waji,
R.A & Sugrani, Andis. 2009. Makalah
Kimia Organik Bahan Alam Flavonoid
(Quercetin). (Online), (http://pasche08.files.wordpress.com),
diakses tanggal 11 Mei 2013.